Sukses Menjadi Crazy Rich Malang Berkat Nasihat Ayah
Minggu, 06 Juni 2021 | 09:30 WIB
Reporter: Ragil Nugroho | Editor: Havid Vebri
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Di mana ada kemauan, di situ pasti ada jalan. Moto hidup ini banyak mewarnai kisah perjalanan pengusaha sukses. Termasuk kisah Gilang Widya Pramana, pemilik bisnis tranportasi Juragan 99 Corp di Malang, Jawa Timur.
Berkat kerja keras dan kesungguhannya, pemuda 32 tahun ini sukses berkiprah di dunia bisnis Tanah Air. Ia merupakan pemilik bisnis transportasi, properti, fesyen, hingga kecantikan. Omzet per bulannya juga sudah menembus Rp 10 miliar.
Sosoknya pun dinobatkan sebagai crazy rich Malang lantaran mengempit kekayaan yang cukup fantastis. Selain rumah mewah, yang paling mencolok adalah jet pribadi miliknya yang sempat digunakan untuk menjemput artis Raffi Ahmad saat berkunjung ke kediamannya di Kota Apel belum lama ini.
Bagaimana sebenarnya kisah sukses crazy rich Malang? Melihat perjalanannya, kita patut angkat topi terhadap keberhasilan yang diraihnya. Pasalnya, kekayaan yang dia dapat saat ini bukanlah warisan keluarga, tapi hasil jerih payahnya sendiri dalam merintis bisnis hingga sukses seperti sekarang.
Gilang lahir di Probolinggo, Jawa Timur, 4 Mei 32 tahun silam. Ia lahir dari keluarga yang memiliki latar belakang pekerjaan sebagai pegawai negeri sipil (PNS). Mulai dari ayah hingga kakeknya berprofesi sebagai abdi negara.
Kondisi tersebut tak pelak membuat Gilang kecil juga memiliki keinginan menjadi PNS meneruskan tradisi keluarga. Namun, saat memasuki sekolah menengah atas (SMA), ayahnya meminta agar Gilang tidak menjadi PNS.
"Saat itu ayah bilang, sebaiknya menjadi pengusaha saja, karena kalau menjadi PNS, ya, kondisinya kurang begitu bisa berkembang," kenangnya.
Maka, Gilang pun dididik sejak remaja agar bisa mandiri. Meski fasilitas ada, orangtuanya menekankan Gilang agar berusaha sendiri. Bahkan, ketika hendak melanjutkan kuliah, ia diharuskan bisa masuk universitas negeri karena kalau ke swasta, ia harus membiayai kuliah sendiri.
Akhirnya Gilang bisa melanjutkan kuliah di salah satu perguruan tinggi negeri di Malang, Jawa Timur. Di dunia kampus lah, semangat dan insting bisnis Gilang terasah. Ia banyak berdiskusi dan membaca kisah sukses para pengusaha muda, baik lokal maupun internasional.
Gilang juga mulai mendapat uang saku tambahan dari bekerja menjadi tour leader dalam sebuah bisnis travel milik rekannya. Di situ ia banyak belajar bagaimana berkomunikasi dengan berbagai tipe orang dan juga mendapatkan wawasan bisnis dari pemilik travel.
Selepas lulus kuliah, Gilang sempat bekerja di Bank Danamon sebagai marketing. Namun hal itu ia lakukan untuk memastikan ada pemasukan bulanan dan bukan cita-citanya menjadi karyawan.
Memulai dari cuci motor
Selama menjadi pegawai, Gilang pun mulai mencoba peruntunganya di dunia bisnis. Usaha pertama yang ia lakukan ialah membuka jasa cuci motor dan mobil. Awalnya, ia mendapatkan klien sekitar, hanya 50 orang saban bulannya dan mendapatkan omzet sekitar Rp 1,2 juta saja per bulan.
Tak menyerah, Gilang pun terus berusaha mengembangkan usahanya. Sampai suatu saat sedang booming cuci motor menggunakan alat salju (snow wash). Ia pun memberanikan diri mencobanya dan menjadi pengguna pertama di Probolinggo.
Ternyata, upaya Gilang sukses. Omzet dan pengunjungnya pun meningkat drastis. Saat itu omzetnya bisa melonjak 300%.
Tidak puas sampai di situ, melihat peluang lain, Gilang pun mencoba mengikuti tender dari pemerintah daerah (pemda) untuk menyediakan perlengkapan usaha cuci motor untuk pemuda karang taruna se-Probolinggo.
Ia pun turut melakukan presentasi dan mampu meyakinkan pihak pemda, sehingga berhasil memenangkan tender 50 paket usaha cuci motor. Terkendala modal, ia lalu mencoba melobi pihak supplier alat agar bisa dibayar dengan cara mencicil setelah dana usaha turun. "Ya, saat itu tak punya modal sebenarnya," ujarnya.
Saat usaha makin berkembang, Gilang pun memberanikan diri menikah saat usianya 23 tahun. Ia menikah dengan wanita yang dikenalnya saat menjadi tour leader beberapa tahun silam.
Setelah berumahtangga, semangat bisnisnya makin menggelora. Dalam sebuah kesempatan, ia melihat peluang dari membuat dan menjual keset dari kain perca. Ia mengambil kain perca dari penjual di pasar sekitaran Malang dengan harga Rp 400 per kg.
Aksinya ini membuat rumahmiliknya kelihatan sangat berantakan dan sempat membuat sang istri marah. "Istri sempat keberatan karena rumah jadi berantakan," ungkapnya sambil tertawa.
Untuk membantu bikin kain perca, ia sekaligus memberdayakan karyawan cuci motornya. Mereka diberi upah Rp 1.000 per keset. Total biaya produksi Rp 3.000 per keset. Lumayan, Gilang menjualnya seharga Rp 5.000 per keset.
Seiring berjalannya waktu, kondisi bisnis cuci motor mengalami stagnasi. Maka, Gilang pun putar otak untuk bisa terus mempertahankan bisnisnya. Apalagi saat itu sang istri sedang hamil dan kerap memaksanya untuk menjadi PNS.
Namun, Gilang tetap teguh dengan pendiriannya. Ia yakin dengan menjadi pebisnis maka jalan sukses pasti akan terbuka lebar. Sampai suatu waktu, lewat kenalan masa kecilnya, Gilang mendapatkan kesempatan untuk berbisnis transportasi darat lewat usaha sewa menyewa bus.
Ia menilai ceruk pasar bisnis transportasi ke depan akan semakin menjanjikan mengingat maraknya pembangunan jalan tol dan infrastruktur jalan.
Dengan modal sendiri plus ditambah hasil pinjaman, ia memulai bisnis tersebut dengan 5 unit bus sasis Mercy dan karoseri Adiputro.
Beruntung ia memiliki jaringan luas lewat pertemanan di kampus, konsumen waktu di bisnis travel, kemudian rekanan di pemda, hingga langganan cuci motor. Dalam waktu dua bulan, usaha penyewaan bus milik Gilang tumbuh pesat. Ia pun memberi label usahanya: Juragan 99.
Dalam waktu setahun, ia mampu menambah armadanya hingga tiga kali lipat. Usaha busnya mampu melayani trayek wisata seluruh Indonesia, meski fokus utamanya masih di Pulau Jawa.
Dengan memanfaatkan marketing online dan offline, bisnis transportasi milik Gilang kian moncer. Biasanya, secara omzet, usaha Gilang akan melonjak pada momen-momen tertentu. "Biasanya saat liburan sekolah, Lebaran dan akhir tahun," tegasnya
Saat usahanya sedang naik daun, Gilang melihat kesempatan lain. Hobi sang istri menggunakan kosmetik sangat sayang jika tidak dimanfaatkan menjadi peluang usaha. Maka bersama sang istri, ia mulai mempelajari seluk-beluk bisnis kosmetik kecantikan.
Memang, ia dan istri melakukannya secara bertahap. Pertama, mereka menjadi reseller terlebih dahulu selama setahun.
Kemudian, setelah memahami kondisi pasar dan konsumen, baru ia bersama tim memutuskan membuat produk sendiri. Sang istri, Shandy, mengajak rekannya Maharani untuk ikut terjun ke bisnis kosmetik.
Mereka bekerjasama dengan manajemen sebuah pabrik. Namun di awal ingin produksi, mereka terbentur kendala. Manajemen pabrik yang akan diajak bekerjasama memberikan persyaratan sejumlah dana yang harus dipenuhi. Tidak tanggung-tanggung, dana yang harus mereka persiapkan sebesar Rp 1 miliar.
Dana tersebut akan digunakan untuk mengurus segala kebutuhan bisnis kosmetik mereka. Mulai dari membuat produk, seperti facial wash, toner, krim siang, dan krim malam.
Selain itu, ada aspek legalitas dari bisnis kosmetik yang juga harus mereka persiapkan. Mulai dari mengurus pendaftaran merek, mengurus sertifikat halal, dan mengurus izin edar dari Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) yang sudah menjadi kewajiban bagi pelaku usaha kosmetik.
Melihat besarnya peluang bisnis ini, maka Gilang dan tim tersebut memutuskan menjual aset tanah dan bangunan senilai Rp 1 miliar. Akhirnya mereka berhasil bekerjasama dengan pabrik tersebut dengan mengusung merek MS Glow.
Dalam waktu 3 tahun saja, MS Glow sudah memiliki hampir 40 varian produk. Bahkan, saat ini MS Glow telah memiliki 60 distributor dan agen di seluruh Indonesia. Strategi menggunakan jasa distributor dan memaksimalkan media sosial membuat produk milik Gilang meroket dengan pesat.
Tidak puas sampai di situ, Gilang pun membuat bisnis baru lagi berupa usaha kontrakan. Bisnis yang masuk ranah properti ini diyakini Gilang memiliki prospek cerah tanpa terbatas oleh waktu.
Di akhir tahun 2019 silam, ia membeli lahan seluas 1 hektare di kawasan Malang dan Probolinggo untuk ia jadikan rumah kontrakan. Dalam 5 tahun ke depan, ia menargetkan bisa memiliki 100 pintu rumah kontrakan.
Posting Komentar